2.Kemampuan untuk Melakukan Poligami
Islam dikenal sebagai agama yang mudah. Dalam ajarannya, seseorang tidak diperintahkan untuk membebani dirinya sendiri. Hal yang sama berlaku dalam konteks poligami.
Oleh karena itu, seorang lelaki yang melakukan poligami diharuskan memiliki kemampuan agar tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain. Kemampuan tersebut mencakup kemampuan memberikan nafkah dan menjaga kehormatan istri-istri yang dimilikinya.
Kemampuan Memberi Nafkah
Ketika seorang pria menikah, ia memiliki tanggung jawab memberikan berbagai kebutuhan kepada istri dan anak-anaknya, termasuk di antaranya adalah nafkah. Dalam konteks poligami, tanggung jawab ini bertambah seiring bertambahnya istri.
Secara umum, nafkah merujuk pada harta atau bentuk lainnya yang digunakan seseorang untuk menyokong (membiayai) kebutuhan. Secara khusus, nafkah mengacu pada kewajiban suami memberikan kebutuhan istri dan anak-anaknya, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan, dan hal-hal sejenis.
Kemampuan Menjaga Kehormatan Isteri-Isterinya.
Selain kebutuhan nafkah, wanita juga memiliki kebutuhan biologis yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, seorang pria yang melakukan poligami harus memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan biologis istri-istrinya. Jika tidak, hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan, padahal Allah tidak menyukai kerusakan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai jama’ah para pemuda, barangsiapa di antara kamu mampu menikah, hendaklah dia menikah. Dan barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena puasa itu pemutus syahwat” [HR Bukhari, no. 5065, Muslim, no. 1400]
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta