PANGANDARAN, iNewsPangandaran.id - Poligami secara diam-diam dilakukan Alif Teega dengan menikahi Fatin Umaidah di Thailand pada Selasa 21 November 2023 pukul 09.30 pagi waktu setempat.
Kedua selebgram asal Malaysia ini menikah secara diam-diam disaat Aisyah Hijanah istri pertama Alif Teega sedang mengandung anak ketiga. Usia kehamilan sudah mencapai lima bulan.
Allah Azza wa Jalla tidak mengharuskan poligami, kecuali dengan satu persyaratan. Syarat tersebut adalah memperlakukan istri-istri secara adil dalam hal-hal yang bersifat fisik.
Selain itu, juga diperlukan kemampuan untuk menjalankan poligami, karena kemampuan adalah syarat dalam menjalankan semua jenis ibadah, seperti yang telah dipahami secara umum.
1. Berlaku Adil Terhadap Para Isteri Dalam Pembagian Giliran dan Nafkah
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” [An-Nisaa`/4:3]
2.Kemampuan untuk Melakukan Poligami
Islam dikenal sebagai agama yang mudah. Dalam ajarannya, seseorang tidak diperintahkan untuk membebani dirinya sendiri. Hal yang sama berlaku dalam konteks poligami.
Oleh karena itu, seorang lelaki yang melakukan poligami diharuskan memiliki kemampuan agar tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain. Kemampuan tersebut mencakup kemampuan memberikan nafkah dan menjaga kehormatan istri-istri yang dimilikinya.
Kemampuan Memberi Nafkah
Ketika seorang pria menikah, ia memiliki tanggung jawab memberikan berbagai kebutuhan kepada istri dan anak-anaknya, termasuk di antaranya adalah nafkah. Dalam konteks poligami, tanggung jawab ini bertambah seiring bertambahnya istri.
Secara umum, nafkah merujuk pada harta atau bentuk lainnya yang digunakan seseorang untuk menyokong (membiayai) kebutuhan. Secara khusus, nafkah mengacu pada kewajiban suami memberikan kebutuhan istri dan anak-anaknya, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan, dan hal-hal sejenis.
Kemampuan Menjaga Kehormatan Isteri-Isterinya.
Selain kebutuhan nafkah, wanita juga memiliki kebutuhan biologis yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, seorang pria yang melakukan poligami harus memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan biologis istri-istrinya. Jika tidak, hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan, padahal Allah tidak menyukai kerusakan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai jama’ah para pemuda, barangsiapa di antara kamu mampu menikah, hendaklah dia menikah. Dan barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena puasa itu pemutus syahwat” [HR Bukhari, no. 5065, Muslim, no. 1400]
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta