“Kalau semua duduk bersama, pasti bisa cari jalan tengah. Kawasan wisata itu bukan cuma tempat hiburan, tapi juga ladang nafkah buat ribuan perut,” ujar Maeckel.
Ia berharap, kebijakan pemerintah terkait miras di kawasan wisata Pangandaran tidak dibuat dengan pendekatan emosional, melainkan dengan pertimbangan realistis yang berpihak pada kehidupan masyarakat kecil.
“Miras tidak harus dilarang secara mutlak, tapi diatur agar tidak merusak tatanan sosial dan budaya lokal. Itu jalan tengah yang paling adil,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Pangandaran, Agus Mulyana, juga sependapat bahwa penjualan miras sebaiknya diatur melalui sistem zonasi yang jelas.
“Jadi mending di tempat pariwisata agar pengawasannya juga lebih mudah. Kawasan wisata bisa dibentuk zonasi khusus untuk penjualan miras, tapi tentu bagi mereka yang sudah berizin,” ujarnya.
Agus menegaskan, penertiban dan pengawasan yang tepat akan jauh lebih efektif daripada pelarangan mutlak yang berpotensi menimbulkan praktik ilegal di lapangan.
Dengan begitu, perdebatan antara aspek moral dan ekonomi di kawasan wisata Pangandaran diharapkan bisa menemukan titik keseimbangan menjaga norma sosial tanpa mematikan sumber penghidupan masyarakat pesisir.
Editor : Irfan Ramdiansyah
Artikel Terkait