Lebih lanjut, perempuan asal Pangandaran itu menegaskan bahwa identitas utama daerah tersebut adalah pariwisata dan nelayan tradisional. Ia khawatir, proyek keramba skala besar justru akan merusak daya tarik wisata serta menghambat aktivitas nelayan.
"Pangandaran itu untuk pariwisata dan nelayan, bukan untuk investasi yang bisa merusak laut dan pemandangan," tegasnya.
Tak hanya itu, Susi bahkan menyebut rencana tersebut dengan nada keras. “Ini gila, luar biasa gila,” tulisnya dengan nada emosional.
Senada dengan Susi, penolakan juga disampaikan oleh Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran, Jeje Wiradinata. Ia menegaskan bahwa proyek keramba apung tidak hanya berpotensi mengganggu nelayan, tapi juga merusak destinasi wisata air seperti water sport yang menjadi salah satu magnet kunjungan wisatawan.
Jeje menyebut, lokasi yang direncanakan untuk pembangunan keramba apung tersebut juga berada di kawasan konservasi yang memiliki ekosistem terumbu karang yang harus dijaga.
“Itu wilayah konservasi, tidak bisa seenaknya dimanfaatkan untuk aktivitas industri,” tegasnya.
Sebagai bentuk kepeduliannya, Jeje menginisiasi pembentukan Forum Peduli Masyarakat Pesisir. Forum ini bertujuan melindungi garis pantai serta keberlangsungan ekosistem dan kehidupan masyarakat pesisir di Kabupaten Pangandaran.
“Alasan saya membentuk forum ini karena ingin menjaga pantai kita, supaya tetap bisa dinikmati oleh generasi mendatang,” ucap Jeje.
Sementara itu, pihak PT Pasifik Bumi Samudera yang disebut telah memiliki izin resmi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, belum memberikan keterangan resmi terkait berbagai penolakan tersebut. Ketika dihubungi, perwakilan perusahaan hanya menyampaikan tanggapan singkat.
“Nanti saya kabari,” ujar Gorby dari PT Pasifik Bumi Samudera saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Rencana pembangunan keramba apung di kawasan perairan yang menjadi bagian penting ekosistem dan destinasi wisata ini tampaknya masih akan terus menuai pro dan kontra.
Publik menantikan bagaimana sikap pemerintah pusat dan daerah dalam merespons keberatan yang datang langsung dari tokoh nasional dan perwakilan nelayan lokal.
Editor : Irfan Ramdiansyah
Artikel Terkait