“Skalanya bukan kecil. Bayangkan puluhan dapur SPPG beroperasi tiap hari tanpa pengolahan limbah yang memadai, air bekasnya bisa merembes ke sumur warga,” katanya.
Yosep menambahkan, di Pangandaran sebagian besar warga masih menggantungkan kebutuhan harian dari air tanah.
“Kalau limbah dapur meresap ke dalam tanah, bukan tidak mungkin air yang mereka pakai untuk mandi, mencuci, bahkan memasak, ikut tercemar,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan kejadian di Kecamatan Cijulang, di mana salah satu dapur MBG sempat diduga mencemari lahan sawah produktif milik warga.
“Itu contoh nyata. Dugaan kuat, limbah dapur dibuang sembarangan. Jangan sampai terulang di tempat lain,” serunya.
Menurut Yosep, DLHK dan Pemkab Pangandaran harus turun tangan dengan serius, bukan sekadar inspeksi seremonial.
“Butuh pendampingan teknis dan pengawasan rutin. Jangan dibiarkan dapur-dapur MBG bekerja tanpa kontrol. Kalau tidak, air limbah yang tampak sepele itu bisa berubah jadi bom waktu lingkungan,” ungkapnya.
GP Ansor, kata Yosep, bukan menolak program makan bergizi gratis, melainkan ingin memastikan manfaatnya tidak dibayar mahal dengan rusaknya alam.
“Kita dukung penuh program Presiden. Tapi ingat, kalau limbahnya mencemari tanah dan air, siapa yang menanggung akibatnya nanti? Masyarakat juga,” tutupnya.
Dengan peringatan ini, GP Ansor berharap Pemda Pangandaran segera bergerak cepat bukan hanya soal rasa makanan yang lezat, tapi juga soal “rasa aman” lingkungan yang kini mulai terasa getir.
Editor : Irfan Ramdiansyah
Artikel Terkait