get app
inews
Aa Text
Read Next : RSUD Pandega Peringati Hari Bidan Internasional: Soroti Peran Vital Bidan di Tengah Krisis

Waspada Japanese Encephalitis, Penyakit Langka yang Bisa Sebabkan Kematian Jika Tak Segera Ditangani

Sabtu, 21 Juni 2025 | 01:30 WIB
header img
Waspada Japanese Encephalitis, Penyakit Langka yang Bisa Sebabkan Kematian Jika Tak Segera Ditangani

PANGANDARAN, iNewsPangandaran.id - Di tengah berbagai penyakit menular yang mengintai, masyarakat kini perlu mewaspadai satu jenis penyakit yang meski jarang terjadi, namun dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat, yakni Japanese Encephalitis atau radang otak akibat virus JE.

Dokter spesialis anak RSUD Pandega Pangandaran, dr. Ade Habibi, mengungkapkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus JE yang ditularkan melalui gigitan nyamuk jenis Culex, yang umumnya berkembang di area persawahan, kolam, selokan, atau tempat-tempat lain yang sering tergenang air.

“Japanese Encephalitis merupakan penyakit yang ditularkan melalui nyamuk Culex, dengan peningkatan kasus biasanya terjadi pada musim hujan dan masa pra panen di wilayah tropis dan subtropis,” jelas dr. Ade.

Lebih lanjut ia menerangkan, pusat dari virus ini ada pada hewan seperti babi, kuda, dan beberapa jenis burung. Meski begitu, nyamuk Culex yang sudah terinfeksi dapat menyebarkan virus ini ke manusia melalui gigitan.

“Nyamuk ini bersifat antropofilik, artinya ia bisa mengisap darah manusia dan hewan. Namun penting dicatat, manusia merupakan dead-end host, artinya manusia tidak menyebarkan virus ini kembali ke nyamuk atau orang lain,” tambahnya.

Gejala penyakit ini umumnya mulai muncul antara 4 hingga 14 hari setelah gigitan nyamuk. Pada fase awal, penderita mengalami demam tinggi secara tiba-tiba, perubahan kesadaran atau status mental, mual, muntah, sakit kepala, serta gangguan bicara dan motorik.

“Pada anak-anak, biasanya disertai iritabilitas, diare, hingga kejang—yang terjadi pada sekitar 75 persen kasus. Sedangkan pada orang dewasa, keluhan yang sering muncul adalah sakit kepala dan tanda-tanda peningkatan tekanan di dalam kepala,” ujar dr. Ade.

Japanese Encephalitis bukan penyakit ringan. Tingkat kematiannya berkisar antara 5 sampai 30 persen, dengan angka yang lebih tinggi pada anak-anak, terutama usia di bawah 10 tahun. Bahkan jika penderita berhasil bertahan hidup, risiko mengalami gejala sisa sangat tinggi.

“Penderita bisa mengalami kelumpuhan, gangguan bicara, perubahan perilaku, gangguan kognitif, hingga epilepsi dan kebutaan. Ini menunjukkan bahwa JE berdampak besar pada kualitas hidup penderita dalam jangka panjang,” tegasnya.

Menghadapi potensi bahaya tersebut, dr. Ade mengimbau masyarakat untuk melakukan langkah pencegahan sedini mungkin. Salah satunya adalah menjaga kebersihan lingkungan agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk penyebar JE.

“Pengendalian vektor nyamuk, baik secara kimia maupun non-kimia, harus dilakukan. Lingkungan pemukiman dan peternakan perlu dijaga kebersihannya dari genangan air. Selain itu, imunisasi juga menjadi langkah paling efektif untuk mencegah JE,” ucapnya.

Tak hanya untuk manusia, vaksinasi terhadap hewan ternak seperti babi, kuda, dan unggas juga menjadi bagian penting dalam memutus rantai penyebaran virus ini.

Sebagai penutup, dr. Ade menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap gejala awal penyakit ini. Apabila mengalami tanda-tanda mencurigakan, khususnya setelah tergigit nyamuk, masyarakat diminta untuk tidak menunda pemeriksaan ke fasilitas kesehatan.

“Jangan abaikan gejala seperti demam tinggi, kejang, atau gangguan bicara, terutama pada anak-anak. Segera bawa ke dokter agar dapat segera ditangani sebelum kondisi memburuk,” tutupnya.

Editor : Irfan Ramdiansyah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut