PANGANDARAN, iNewsPangandaran.id - Langit sore Pangandaran berubah semarak. Suara tabuh kendang dan gending Sunda menggema di pelataran gedung DPRD Pangandaran. Suasana gegap gempita itu menandai puncak peringatan Hari Jadi ke-13 Kabupaten Pangandaran.
Di pintu gerbang utama, sekelompok penari jaipong dan lengser tampil anggun, menjemput para tamu kehormatan dengan nuansa adat yang penuh makna.
Lengser, tokoh tua yang menjadi simbol penyambutan kehormatan dalam budaya Sunda melangkah perlahan, diikuti deretan penari muda dengan selendang warna-warni.
Ketika Bupati Hj. Citra Pitriyami, S.H. tiba, Ketua DPRD Pangandaran langsung menyambut dengan pengalungan bunga melati putih, simbol kemurnian dan rasa hormat. Riuh tepuk tangan warga pun pecah di pelataran gedung.
Tak lama berselang, rombongan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, datang tanpa pengawalan ketat. Suasana langsung memanas (dalam arti positif).
Puluhan emak-emak Pangandaran berebut menyalami, sebagian bahkan menjerit histeris menyebut nama sang Gubernur dengan nada kagum.
“Bapa Aing! Bapa Aing datang, Alhamdulillah!” teriak seorang ibu sambil mengibaskan selendang batiknya. Senyum Dedi Mulyadi yang khas, sederhana tapi penuh wibawa, membuat suasana semakin cair.
Memasuki ruang paripurna DPRD, suasana berubah menjadi khidmat. Hiasan bunga dan ornamen merah putih menambah sakralnya momen Milangkala ke-13 Kabupaten Pangandaran.
Acara dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, dilanjutkan doa bersama, lalu pembacaan sejarah singkat berdirinya Kabupaten Pangandaran.
Bupati Citra Pitriyami tampil berwibawa namun tampak menahan haru. Dalam pidatonya, ia mengungkapkan kondisi keuangan daerah yang tengah berjuang keras menghadapi defisit dan beban utang.
“Kami terus melakukan efisiensi, menata ulang keuangan daerah, dan berkomitmen menekan defisit tanpa menambah utang baru,” ujar Citra dengan nada tegas namun bergetar.
Momen itu menjadi puncak emosi ketika Citra memohon dukungan langsung kepada sang Gubernur.
“Kami memohon dengan sangat kepada Bapak Aing Gubernur agar perbankan memberikan restrukturisasi hingga akhir tahun... demi masyarakat Pangandaran,” ucapnya, sambil membungkuk sungkem dengan penuh takzim.
Ruangan hening. Semua mata tertuju ke arah Gubernur Dedi Mulyadi yang duduk di barisan depan. Gubernur Dedi kemudian berdiri perlahan, melangkah menuju podium. Dengan nada tenang tapi menggetarkan, ia menjawab langsung permintaan sang Bupati.
“Nanti dikomunikasikan dengan Kepala Bappeda. Artinya, ada bantuan dari Provinsi Jawa Barat untuk Pangandaran senilai Rp50 miliar,” ujar Dedi tegas, sontak disambut tepuk tangan panjang dan teriakan haru dari para hadirin.
Namun, Dedi menambahkan satu kalimat penting. “Bantuan ini bukan untuk membangun jalan. Tapi untuk melunasi utang Pemkab Pangandaran ke perbankan. Saya ingin Pangandaran bisa bernafas lega.”
Sorak-sorai berubah menjadi isak haru. Bupati Citra tampak menunduk, mengusap air mata, sementara beberapa anggota dewan berdiri memberi hormat.
Dalam penutup sambutannya, Dedi Mulyadi menegaskan filosofi hidup yang selama ini ia pegang.
“Hidup harus dijalani bersama-sama. Membangun tidak boleh sendiri-sendiri. Coba lihat, Gubernur tanpa pengawalan, tanpa mobil dinas, tanpa perjalanan dinas. Karena saya ingin dekat dengan rakyat,” tuturnya disambut tepuk tangan riuh.
Ucapan itu menjadi simbol kesederhanaan dan keteladanan, menggema kuat di ruang paripurna.
Di luar gedung, warga sudah menunggu, sebagian berteriak “Hatur Nuhun Pak Gubernur!” Momen itu tak sekadar seremoni, tapi menjadi bukti bahwa semangat kebersamaan dan ketulusan bisa menyatukan pemimpin dan rakyatnya.
Dan sore itu, di bawah langit Pangandaran yang hangat, sejarah kecil telah ditulis. Ketika Bupati Citra menunduk sungkem, Gubernur Dedi Mulyadi mengulurkan tangan Rp50 miliar untuk menyelamatkan Pangandaran.
Editor : Irfan Ramdiansyah
Artikel Terkait
