Sementara itu, Herman Heru Aresa mengenang aksi heroiknya waktu kecil. “Abi pernah macok ti jauh katempo aya mandor langsung nyumput naek na tangkal coklat,” kenangnya disertai emoji tertawa.
Tak kalah kocak, Sri Miarti menulis kisah lucu saat dirinya kalah cepat saat dikejar. “Abi ge pernah diudag sepeda na lain kalah di tumpakan kalah di sered,” tulisnya disertai tawa.
Ada pula Ssp Sajidin yang mengaku sampai bersembunyi di tumpukan ranting sambil gemetar ketakutan. “Abi asli pernah pisan macok diudag mandor, nyumput ngaheup-heup di bala bari gadaregdeg,” ucapnya, membuat netizen lain ikut ngakak.
Beberapa warganet lain bahkan bercerita sampai hampir dilaporkan ke polisi karena ketahuan mencuri buah kakao saat masih SD. “Baheula kat arek dilaporin polisi, nepika ceurik da keur leutik keneh kelas 4 SD-an,” tulis akun Shuta Arya, mengenang masa kecilnya yang penuh kenakalan.
Cerita lain datang dari Ki Umbara Usuf, yang mengingat lokasi kebun coklat berada di belakang sekolahnya. “Kuring oge pernah keur budak pan kebon coklat na tukangeun sakola,” ujarnya.
Dulu, kebun kakao menjadi salah satu ikon kehidupan masyarakat di wilayah Pangandaran bagian selatan. Selain menjadi sumber penghidupan, area kebun juga menjadi tempat bermain anak-anak desa. Kini tinggal kenangan, sebagian besar kebun itu telah berubah menjadi area perumahan, toko, atau bangunan wisata.
Meski hanya lewat kolom komentar, percakapan itu menjadi bukti betapa kenangan masa kecil di kebun coklat masih hangat di hati warga Pangandaran. Dari aksi “macok” sampai adegan dikejar mandor, semua terekam manis dalam ingatan. Bagi sebagian netizen, nostalgia itu bukan sekadar guyonan, melainkan cermin perubahan zaman.
Dari kebun hijau penuh tawa anak-anak, kini berganti menjadi deretan bangunan dan jalan aspal. Namun satu hal yang tak berubah rasa hangat dan tawa lepas mereka yang pernah hidup di masa itu.
Editor : Irfan Ramdiansyah
Artikel Terkait