SWITZERLAND, iNewsPangandaran.id - Hidup sering kali membawa seseorang pada perjalanan panjang yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Begitulah kisah Pardi (52), pria asli Desa Cikembulan, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran.
Dari seorang pemandu wisata di pantai yang populer pada era 80-an, kini ia mengadu nasib di negeri jauh, Swiss, negara yang dikenal dengan keindahan alam pegunungan Alpen.
Tahun 1980-an adalah masa keemasan Pangandaran. Pantai indah di pesisir selatan Jawa Barat itu ramai dikunjungi turis mancanegara. Kala itu, Pardi muda berprofesi sebagai tour guide.
Dengan kemampuan bahasa asing yang ia pelajari secara otodidak, ia menjadi jembatan antara wisatawan luar negeri dengan masyarakat lokal.
“Pangandaran saat itu benar-benar ramai, hampir setiap hari ada turis asing yang datang. Saya banyak belajar langsung dari mereka, terutama bahasa Inggris dan sedikit bahasa Jerman,” kenang Pardi.
Saat memandu wisata.(Foto: Pardi)
Di sinilah takdir mempertemukan Pardi dengan seorang wisatawan asal Swiss. Perkenalan itu berlanjut ke jenjang pernikahan, dan lahirlah seorang putri cantik hasil pernikahan mereka.
Bahagia sempat menyelimuti rumah tangga mereka. Namun, perjalanan hidup tidak selalu mulus. Setelah beberapa tahun tinggal di Swiss, pernikahan itu kandas.
Meski demikian, Pardi mengambil keputusan besar: tetap menetap di Swiss demi sang anak.
“Saya tidak ingin jauh dari putri saya. Meski berat, tapi keputusan itu saya ambil agar bisa tetap mendampingi pertumbuhannya,” ujar Pardi.
Takdir kembali mempertemukan Pardi dengan cinta baru. Di Swiss, ia berjumpa dengan seorang perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat. Pertemuan itu berkembang menjadi pernikahan. Dari pernikahan keduanya, ia dikaruniai tiga orang putri.
Pardi tak melupakan budaya asalnya. ( Foto: Pardi)
Kehidupan Pardi di negeri orang kian berwarna. Meski jauh dari tanah kelahiran, ia tetap menjaga akar budaya Sunda dalam keluarga kecilnya.
“Di rumah, saya tetap mengajarkan bahasa Indonesia, bahkan bahasa Sunda, supaya anak-anak tidak lupa asal usul orang tuanya,” katanya sambil tersenyum.
Meski kehidupan membawanya jauh dari Pangandaran, profesi awal sebagai pemandu wisata tetap melekat. Kini, Pardi bekerja sebagai tour leader, khususnya mendampingi warga Indonesia yang berwisata ke Swiss.
Gunung-gunung Alpen yang megah, danau biru nan jernih, serta kota-kota tua yang memesona, semua ia perkenalkan dengan penuh semangat.
Ia tak hanya sekadar memandu, tetapi juga berbagi cerita pengalaman hidupnya di negeri yang terkenal dengan cokelat dan jam tangan itu.
“Bagi saya, menjadi tour leader bukan sekadar pekerjaan, tapi bagian dari hidup. Seperti kembali ke masa muda ketika saya pertama kali memandu wisatawan di Pangandaran, apalagi anak-anak sudah besar sehingga lebih banyak waktu untuk menggeluti profesi lama," tutur Pardi.
Meski kini tinggal ribuan kilometer dari tanah kelahiran, Pardi tak pernah melupakan Pangandaran. Ia sering menceritakan keindahan pantai kampung halamannya kepada wisatawan maupun sahabat di Swiss.
“Pangandaran selalu jadi bagian hidup saya. Dari sana perjalanan ini semua dimulai,” pungkasnya.
Editor : Irfan Ramdiansyah
Artikel Terkait
