get app
inews
Aa Text
Read Next : Dari Gudang Sederhana, Filet Rangga Menguasai Pangandaran hingga Priangan Timur

Wayang Redup, Dapur Filet Menyala: Kisah Abah Rangga Batuhiu Bertahan di Pesisir

Minggu, 14 Desember 2025 | 21:21 WIB
header img
Wayang Redup, Dapur Filet Menyala: Kisah Abah Rangga Batuhiu Bertahan di Pesisir. ( Foto: iNewsPangandaran.id)

PANGANDARAN, iNewsPangandaran.id - Tak banyak yang tahu, di balik kesibukannya mengelola usaha filet ikan di Batuhiu, Kecamatan Parigi, Abah Rangga pernah menghabiskan hidupnya di dunia seni. Ia adalah dalang wayang golek, sosok yang dulu akrab dengan panggung pertunjukan dan denyut budaya Sunda.

Bertahun-tahun Abah Rangga hidup dari dunia pewayangan. Ia aktif di ranah budaya, mengisi pementasan, menjaga tradisi, dan menjadi bagian dari denyut kesenian lokal. Namun waktu bergerak, selera bergeser, dan panggung wayang perlahan kehilangan penontonnya.

“Zaman berubah,” kata Rangga singkat. Kalimat itu menjadi penanda titik balik hidupnya.

Ketika ruang hidup dari seni makin menyempit, Abah Rangga memilih beradaptasi. Dari dunia simbol, cerita, dan pakem budaya, ia melangkah ke dunia nyata yang lebih keras, usaha pengolahan ikan. Pilihannya jatuh pada filet ikan, melihat potensi laut Batuhiu yang selama ini melimpah namun belum tergarap maksimal.

Peralihan itu bukan perkara mudah. Dari dalang yang terbiasa menghidupkan tokoh wayang, kini ia harus berhadapan dengan angka, stok, permintaan pasar, dan risiko kerugian. Namun satu hal tak berubah, ketekunan dan kedisiplinan.

Di bawah bendera Mutiara Lautan Sejahtera, Abah Rangga mulai membangun usaha filet dari nol. Ikan tongkol ziti dan cabuk diolah dengan teliti, dibersihkan, dibuang durinya, lalu dikemas rapi. Prinsipnya sederhana: apa pun profesinya, kualitas tetap harus dijaga.

Meski kini berkutat di dapur produksi, darah seni tak sepenuhnya hilang. Cara ia membangun hubungan dengan nelayan, karyawan, hingga mitra usaha masih sarat pendekatan sosial dan nilai kebersamaan warisan panjang dari dunia budaya yang pernah ia jalani.

Usaha filet ini akhirnya tumbuh. Produksi mencapai hitungan ton setiap bulan, pasar meluas ke berbagai daerah, dan lapangan kerja tercipta bagi warga sekitar. Namun bagi Abah Rangga, ini bukan sekadar soal bisnis.

Ini adalah cara bertahan hidup tanpa melepaskan jati diri.

Dari panggung wayang golek ke dapur filet ikan, perjalanan Abah Rangga menjadi cermin bagaimana pelaku budaya dipaksa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Wayang mungkin tak lagi selalu dimainkan, tetapi nilai ketekunan dan ketahanan hidup tetap ia pegang, dalam bentuk yang berbeda.

Editor : Irfan Ramdiansyah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut