Jembatan Lapuk Purbahayu, Warga Pangandaran Bertaruh Nyawa Demi Bisa Menyeberang

PANGANDARAN, iNewsPangandaran.id - Di balik megahnya pembangunan kawasan wisata dan proyek-proyek besar yang kini menghiasi Kabupaten Pangandaran, terselip kisah memilukan dari Dusun Mungganggondang, Desa Purbahayu, Kecamatan Pangandaran. Sebuah jembatan bambu yang menjadi urat nadi warga, kini hanya tinggal anyaman rapuh yang nyaris ambruk, seolah menunggu waktu untuk benar-benar runtuh.
Jembatan sepanjang 30 meter dengan lebar 1,5 meter dan tinggi sekitar 10 meter itu kini tampak renta dimakan usia. Tiang penyangga mulai miring, pijakan bambu berlubang di sana-sini, dan setiap langkah yang melewatinya bagai perjudian antara hidup dan mati.
Padahal, jembatan ini merupakan satu-satunya akses utama warga menuju ladang, sekolah, dan tempat ibadah. Bukan hanya menghubungkan Dusun Mungganggondang dengan lahan pertanian, jembatan tersebut juga menjadi penghubung antar desa, yakni Desa Purbahayu dan Sukahurip.
Namun akibat kondisinya yang rusak parah, warga kini terpaksa menuruni tebing dan menyeberang lewat dasar sungai. Saat debit air meningkat, akses itu otomatis tertutup total, memaksa warga terisolasi di tengah derasnya arus.
Yang lebih ironis, jembatan ini dibangun pada tahun 2019 melalui swadaya murni masyarakat tanpa bantuan pemerintah sedikit pun. Dibangun dengan semangat gotong royong, tenaga dan bahan seadanya.
Namun setelah bertahun-tahun melayani warga, kini jembatan itu meminta perhatian yang tak kunjung datang. Warga mengaku sudah dua kali mengajukan permohonan perbaikan kepada pemerintah desa maupun kabupaten, tetapi belum juga mendapat tanggapan.
“Karena jembatan ini penting banget buat aktivitas kami sehari-hari. Anak-anak sekolah pun harus turun ke sungai buat nyebrang,” ujar Wiwin Hasanah, warga setempat, dengan nada pasrah namun berharap.
Sementara itu, Ketua RT setempat, Sukaya, mengaku kondisi jembatan sudah sangat membahayakan.
“Kondisinya sudah rapuh sekitar tiga bulan terakhir. Sebulan ini malah sudah nggak bisa dipakai lagi, takut roboh,” ucapnya.
Bagi warga, jembatan itu bukan sekadar penghubung dua tepi sungai, tapi urat kehidupan. Setiap hari, mereka mempertaruhkan nyawa demi menyeberang, sementara geliat pembangunan megah di pusat kota terus digenjot dengan dana miliaran rupiah.
Harapan warga hanya satu, agar pemerintah turun tangan membangun jembatan permanen yang aman dan layak digunakan. Di tengah gemerlap proyek wisata yang digadang-gadang mengangkat nama Pangandaran, suara rakyat kecil di Dusun Mungganggondang terdengar lirih di antara derasnya arus sungai.
Jembatan lapuk itu kini menjadi simbol ketimpangan pembangunan di mana kemewahan dan penderitaan berdiri di dua tepi yang sama, hanya dipisahkan oleh sebatang bambu yang nyaris patah.
Editor : Irfan Ramdiansyah