PANGANDARAN, iNewsPangandaran.id - Ratusan petani yang tergabung dalam Serikat Petani Pasundan (SPP) mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN), kedatangan mereka untuk meminta hak lahan Cikencreng.
Mereka menginginkan agar lahan tersebut dibebaskan dari klaim investor yang dianggap mengancam hak penggarap setempat.
Aksi unjuk rasa ini di ikuti ratusan petani dari Cimerak dengan atribut aksi seperti banner, bendera merah putih, bendera SPP dan tuntutan ini diperkuat dengan tulisan pada spanduk aksi, seperti "tanah untuk rakyat, bukan investor" dan "periksa ahli waris PT Cikencreng."
Koordinator aksi, Yosep Nurhidayat, menjelaskan bahwa aksi ini dipicu oleh tindakan seseorang berinisial AT yang mengklaim sebagai ahli waris PT Cikencreng dan melakukan intimidasi terhadap petani setempat.
"Ini menunjukan keresahan, kegelisahan, penderitaan rakyat yang sudah 25 tahun di ancam, di intimidasi seolah - olah ini bukan tanah dia harus di gusur, harus di usir dan di tekan," ucapnya usai aksi, Kamis 15 November 2024 sore.
PT Cikencreng sendiri dinyatakan sudah bangkrut, sehingga Yosep mempertanyakan dasar klaim atas lahan tersebut dan menuding adanya keterlibatan mafia tanah.
"Rakyat atau petani itu sudah puluhan tahun, terutama yang di Cikencreng Sukajaya. Kami geram dengan berkeliaran terus yang namanya ahli waris PT. Cikencreng AT tersebut , sebetulnya siapa di belakang AT ini," ujar Yosep.
Pihaknya mengatakan, sudah melakukan koordinasi dengan pihak Kejaksaan maupun Kejagung agar segera di lakukan pemeriksaan terhadap perusahan PT Cikencreng karena diketahui PT tersebut sudah gulung tikar (bangkrut).
"Kita ketahui bahwa PT tersebut sudah bangkrut, gulung tikar, Jadi tidak ada lagi, identitas, legalitas termasuk CV Perusahaannya sudah tidak jelas," ungkap Yosep.
Saya menduga bahwa ini ada oknum mafia tanah karena dengan pola yang di lakukannya diam diam berkoordinasi dengan aparatur kepemerintahan, tidak berkomunikasi langsung dengan penggarap.
"Ini yang saya sebut mafia tanah tidak dengan cara seperti itu, yang baik itu harusnya lakukan sosialiasi, sampaikan tidak harus mengintimidasi rakyat dengan menggunakan orang orang external, atau preman," ujarnya.
Yosep juga mengkritik BPN, yang dianggap telah bekerja sama dengan oknum yang mengaku ahli waris PT Cikencreng.
Mereka menuntut BPN untuk tidak lagi melakukan pengukuran lahan terkait HGU (Hak Guna Usaha) dan HGB (Hak Guna Bangunan) di area tersebut, karena tanah itu sudah diputuskan sebagai bagian dari reforma agraria.
Bagi BPN lanjut Yosep, jangan berani - berani lagi berkeliaran ke lokasi Cikencreng dengan mengukur - ngukur dengan PT Cikencreng karena di Pangandaran sudah ada tim terpadu.
“Dulu 2, 3 tahun yang lalu sudah pernah tapi tidak tembus. Tapi, baru-baru ini datang lagi dan memaksa ke kepala Desa Sukajaya dan kepala Desa Sindangsari untuk seolah olah harus menandatangani surat rekomendasi konferensi hak lahan dari HGU ke HGB,” ungkapnya.
Padahal, di lokasi faktualnya tanah eks HGU PT Cikencreng ini sudah menjadi tanah reforma agraria dan di pusat sudah diputuskan.
“Kenapa kita gerak ke BPN? Karena, di dalam surat pengajuan konferensi hak HGU ke HGB ini ternyata beberapa orang di BPN sudah menandatangani. Kita punya dokumennya bukti menandatangani,” ungkapnya.
Sementara itu, Indra Lesmana dari pihak BPN menyatakan bahwa BPN akan menindaklanjuti tuntutan petani dan bekerja sama dengan tim terpadu yang telah dibentuk untuk menyelesaikan masalah ini.
Editor : Irfan Ramdiansyah