PANGANDARAN, iNews.id - Sekelompok pemuda di Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran Jawa barat, menggeluti usaha Budidaya Entog Hias dan Entog jumbo yang menjanjikan ini untuk peningkatan ekonomi usai pandemi Covid-19.
Mereka menyebut diri Petromas (Komunitas Peternak Entog Maruyungsari).
Tsabit Andri Habibi, salah seorang anggota Komunitas Petromas mengatakan, Budidaya Entog Hias dan Entog jumbo yang ia geluti ini sangatlah menjanjikan, disamping secara ekonomi pemeliharaannya juga mudah. Untuk hobi ada jenis entog yang bisa menjadi fashion/nyentrik, entog adalah termasuk hewan ternak yang tahan terhadap penyakit.
"Tinggal kemauan kitanya saja dan jangan sungkan untuk belajar, apapun itu yang bisa kita ulik, tekuni secara maksimal dengan memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan kita,"kata Tsabit.
Lebih lanjut Tsabit menambahkan, dirinya menekuni budidaya entog hias dan entog jumbo ini sejak pandemi Covid-19 melanda tanah air 2 tahun yang lalu dan sampai sekarang masih tetap berjalan.
"Di kalangan komunitas peternak Paradigma entog konsumsi saat ini bergeser ke fashion, adapun jenis entog hias yang saya pelihara jenisnya entog rambon milenial dan rambon bondol kaji, masing-masing memiliki ciri dan keunikan yang berbeda, bondol kaji dari kepala dan leher putih di dada sayapnya ada corak batik warna yang nyentrik," ujarnya.
Masih dikatakan Tsabit, Setiap bulan komunitas peternak entog Maruyungsari (Petromas) melakukan kopi darat (Kopdar) dengan beberapa komunitas yang lain.
"Dan belum lama ini ada anggota Petromas yang mengikuti kontes Piala Wakil walikota Banjar, untuk sekedar berpartisipasi saja,"jelas Tsabit.
Tsabit menuturkan, untuk jenis entog hias yakni dilihat dari estetika dan keindahan corak dan warna pada bulunya, sedangkan jenis entog jumbo yang biasa juga untuk konsumsi kriterianya pada bobotnya semakin berat bobot entog tersebut maka akan semakin mahal harganya.
"Kalau entog jenis hias ini bisa dilihat pada estetika keindahan warna bulunya seperti rambut silver corak batik dan lainnya,"ungkap Tsabit. Masih kata Tsabit, entog jenis jumbo pada umumnya warnanya putih polos, dan bobot umur 4 bulan biasanya sekitar 3,5 kg dan dewasa 7 bulan bobotnya sekitar 6 kg, yang kemarin ikut kontest di kota Banjar jenis entog jumbo menang kontes 7 kg up dari Blitar.
"Makanan entog ini cukup sederhana hanya menggunakan Pur dan pakan alternatif lainnya yang alami seperti eceng gondok, sayur-sayuran dan lainnya,"tuturnya.
Adapun kendala masih bisa diantisipasi cuma kita lakukan mitigasi atau pencegahan terhadap penyakit mata biru, penyakit ini datangnya tiba-tiba dan serentak yang tidak bisa diantisipasi hanya menyiapkan obat-obatan herbal saja.
"Melebihi virus flu burung, datang ketika saat musim hujan tiba, kita lakukan hanya dengan perawatan kandang agar tidak kumuh dan harus terjaga bersih,"jelas Tsabit.
Terkait dengan harga, entog jumbo umur 4 bulan siap jual Rp. 300ribu atau usia dere, sedangkan entog hias Bondol kaji untuk indukan Rp. 500 ribu sampai Rp.1 juta, untuk anakan umur 1-7 hari trah jumbo konsumsi dijual sekitar Rp. 50ribu.
"Dalam pasar penjualan kita melalui jejaring medsos di komunitas karena berbasis hobi dan masih terbuka luas pasarnya, bisa membangkitkan gairah ekonomi desa dalam upaya kreasi potensi yang ada di daerah, beternak entog itu sangat mudah,"katanya.
Tsabit pun berharap, sebagai pemuda yang berasal dari kampung, dirinya bisa menjadi inspirasi untuk membangkitkan ekonomi masyarakat lainnya paska pandemi Covid-19 melanda.
"Jangan sungkan untuk belajar apapun itu potensi yang ada bisa kita ulik dan tekuni dengan maksimal, untuk menciptakan dan meningkatkan pendapatan ekonomi di kampung,"pungkasnya.
Editor : Irfan Ramdiansyah