PANGANDARAN, iNewsPangandaran.id – Di sudut selatan Pulau Jawa, tepatnya di Desa Legokjawa, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran, alam bukan hanya menyimpan keindahan, tapi juga menyembunyikan kisah hidup yang menggetarkan hati.
Di antara rimbun daun pandan yang bergoyang lembut diterpa angin, seorang perempuan bernama Enih menanam ketabahan dan menuai harapan.
Usianya kini menginjak 68 tahun. Namun semangatnya tak pernah surut, layaknya embun yang setia menyapa pagi.
Sudah puluhan tahun Enih menapaki jalan sunyi sebagai penggarap daun pandan, pekerjaan yang tak banyak dilirik, tapi jadi nadi kehidupan bagi dirinya.
“Dulu harga cuma 500 per kilo, sekarang sudah 4 ribu,” kenangnya, sembari menatap jauh, seolah memanggil kembali masa-masa penuh peluh dan harap.
Setiap dua hari sekali, ketika langit masih bergelap dan ayam belum sempat berkokok, Enih sudah melangkah ke kebun.
Di sanalah ia memetik rezeki dari setiap helai daun pandan, dengan cara memborong dari pemilik lahan, tanah milik desa yang telah menjadi sahabat karibnya sejak lama.
"Harga borongnya 100 ribu, kadang-kadang 25 ribu. Itu semua tergantung banyaknya daun," tuturnya pelan, seraya membersihkan duri dari daun-daun yang dikumpulkannya.
Meski harga jualnya kini tak lagi seberapa, Enih tetap setia. Dari 2 hingga 3 kilogram daun pandan yang berhasil ia kumpulkan dalam sehari, ia hanya mendapat Rp 8 ribu hingga Rp 13 ribu.
Tapi bagi Enih, angka-angka itu lebih dari sekadar nominal. Itu adalah bukti bahwa ia masih bisa berdiri, bekerja, dan memberi makan keluarga.
Setiap helai daun pandan yang ia siapkan untuk dijual, diproses dengan cinta dan kesabaran hingga larut malam.
Ia sabar menunggu hingga daun terkumpul banyak agar bisa dijual seminggu sekali. Tapi jika hidup mendesak, ia rela menjual lebih awal.
"Kadang-kadang kalau butuh duit sedikit juga dijual," katanya, tersenyum tipis. Kini, di tengah usia senja, Enih tetap berdiri kokoh di jalan yang telah ia pilih. Tak ada keluh, tak ada pamrih.
Hanya rasa syukur yang senantiasa ia jaga. "Ya, sekarang mau kerja apalagi, karena kerja sekarang juga masih tetap bersyukur dan masih diberikan kesehatan," ucapnya, menutup percakapan dengan keteguhan yang lembut.
Di balik daun pandan yang tampak biasa, tersimpan cerita luar biasa tentang keteguhan, kesabaran, dan cinta yang tak lekang oleh waktu. Enih, dengan segala kesederhanaannya, mengajarkan bahwa hidup bukan soal berapa banyak yang kita punya, tapi seberapa besar kita mampu mensyukuri.
Editor : Irfan Ramdiansyah
Artikel Terkait