PANGANDARAN, iNewsPangandaran.id - Penebangan pohon jati di kawasan Perum Perhutani di Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat pada Jumat 20 Oktober 2023, diduga ilegal. Penebangan tersebut dilakukan oleh tujuh orang warga Bandung Barat.
Polsek Sidamulih yang menerima laporan saat itu sekitar jam 13.00 WIB dari pihak Perum Perhutani terkait adanya aktivitas penebangan liar di blok Cisaladah, Desa Cikalong mendatangi lokasi untuk memastikan aktivitas yang terjadi di kawasan tersebut bersama petugas Perum Perhutani.
Kapolsek Sidamulih AKP Sunarto mengatakan, setelah mendatangi lokasi pihaknya melihat ada beberapa pohon jati yang sudah ditebang di lokasi. Dan ada sekitar tujuh orang penebang yang tengah istirahat lantaran mesin yang digunakan untuk menebangnya saat itu rusak.
"Kami nanya ke mereka secara humanis. Kami tanya siapa yang menyuruh kalian, mereka menjawab atas suruhan berinisial AC yang katanya sedang ada di Pantai Pangandaran," kata Sunarto, Sabtu 28 Oktober 2023.
Lalu, kata Sunarto, pihaknya meminta AC untuk datang ke lokasi. Bukan hanya itu saja, pihaknya pun saat itu langsung menghubungi Unit Tipidter (Tindak Pidana Tertentu) Reskrim Polres Pangandaran yang merupakan ranahnya.
"Tak lama kemudian Kanit Tipidter bersama anggotanya datang ke lokasi dan sempat menanyakan secara baik-baik kepada ketujuh penebang tersebut. Mereka pun menunjukan beberapa titik yang sudah ditebang, ada sekitar 15 pohon jati," ujarnya.
Setelah itu, kata Sunarto, Unit Tipidter memutuskan untuk menguruskan persoalan tersebut di Mapolres Pangandaran lantaran inisial AC tak kunjung datang ke lokasi, terlebih hari mulai gelap. Lalu ketujuh penebang dan barang bukti (kayu) pun dibawa ke Polres Pangandaran.
"Kami (anggota Polsek Sidamulih) kembali ke kantor sambil menunggu informasi selanjutnya. Kami hanya menyayangkan adanya informasi yang menyudutkan Polsek Sidamulih bergerak ke lokasi penebangan tanpa ada konfirmasi," tuturnya.
Dalam informasinya, kata Sunarto, pihak Polsek Sidamulih telah melakukan penangkapan terhadap ketujuh penebang tanpa dasar dan dianggap tidak profesional. Menurutnya, hal itu jelas menyerang kehormatan pribadi maupun institusi Polri.
"Kami itu bertindak sesuai tupoksi. Tertuang dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang diskresi kepolisian. Salah satu poinnya, adanya kewenangan anggota Polri yang melekat dalam melaksanakan tugas di lapangan berdasarkan penilaian," jelasnya.
Menurutnya, jika saat itu tidak dilakukan pengamanan dengan cepat terhadap ketujuh penebang tersebut, pihaknya khawatir terjadi bentrokan yang berpotensi menimbulkan korban.
"Kami tidak kenal mereka, sebagai Polisi kami hanya mengamankan kedua belah pihak dan itu sudah sesuai prosedur," ucapnya.
Dikarenakan barang bukti belum lengkap, maka pihak Unit Tipidter Sat Reskrim Polres Pangandaran mengembalikan ketujuh penebang asal Bandung Barat beserta kayu hasil tebangan ke asalnya.
Sementara itu, Asisten Perhutani (Asper) di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangandaran Dadi Santosa mengatakan, pelaporan ke Polsek Sidamulih berdasarkan adanya laporan dari anggotanya yang bertugas di lapangan.
Dimana, pada hari Jumat 20 Oktober 2023 sekitar jam 07.30 WIB, anggotanya menerima informasi akan ada aktivitas penebangan pohon jati yang mengatasnamakan dari pihak ahli waris.
"Kami pun langsung memerintahkan KRPH (Kepala Resort Pemangkuan Hutan) Cisaladah dan menarik dua petugas Polisi Teritorial (Polter) yang sedang pelatihan untuk mengawasi lokasi rencana penebangan ilegal itu," kata Dadi.
Kemudian, pada siang hari, pihaknya menerima laporan bahwa telah terjadi penebangan di kawasan hutan produksi blok Cisaladah. Lalu kami pun berkoordinasi dengan pihak Polsek setempat, karena di lokasi ada dua kelompok yang sedang melakukan penebangan.
Yakni, kelompok perhutanan sosial yang sudah mendapatkan surat keputusan (SK) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK) dan kelompok penebang dari Bandung Barat atas perintah inisial AC.
"Kami berinisiatif koordinasi dengan Polsek Sidamulih untuk mengantisipasi terjadinya bentrokan dari dua kelompok itu. Kami hitung ada sekitar 35 batang kayu dari 16 tunggak sudah terkumpul di pinggir jalan yang dilakukan kelompok dari Bandung Barat," ujarnya.
Dadi menerangkan, sebanyak 16 pohon jati yang sudah ditebang itu masuk ke dalam kawasan hutan produksi yang berada di petak 19.a RPH Cisaladah, BKPH Pangandaran.
"Jadi ada pihak yang mengklaim bahwa sebagian lahan di lokasi tersebut milik salah satu ahli waris berinisial HF asal Bandung. Yakni sekitar 83 hektare yang mereka klaim," terangnya.
Ia menambahkan, luas lahan yang diklaim itu setara dengan luas tanah perhutani sesuai SK Menteri LHK Nomor: SK.323/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/1/2018 tentang Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK).
"Antara Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wana Mukti dengan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis seluas k.l 84,10 Ha pada kawasan hutan produksi tetap di Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat," ucapnya.
Atas adanya kejadian tersebut, kedua belah pihak (ahli waris HF dan Perhutani) melakukan mediasi di Polres Pangandaran, namun belum mendapatkan solusi. Karena pihak Perum Perhutani tidak bisa menunjukan bukti kepemilikan lahan.
"Untuk bisa menunjukan bukti kepemilikan lahan itu harus ada izin dari pimpinan tertinggi, tidak bisa diperlihatkan begitu saja, ada prosedurnya. Dan sekarang penanganan hukumnya tengah ditangani oleh Kantor Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten," tutupnya.
Editor : Irfan Ramdiansyah