Pria berdarah Bugis itu menyampaikan, negara Indonesia berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti termaktub dalam Pasal 29 Ayat (1) Konstitusi. Maka dari itu, sudah seharusnya dalam mengatur kehidupan rakyatnya, negara berpegang pada kosmologi dan spirit Ketuhanan.
Sehingga kata LaNyalla, kebijakan yang dibuat perlu diletakkan dalam kerangka etis dan moral agama.
"Tetapi apa yang terjadi, semakin hari, wajah bangsa ini menjadi semakin Liberal secara politik, dengan ekonomi yang semakin Kapitalistik," tukas dia.
Hakikat dari Sila ke-empat dan Sila ke-tiga dari Pancasila, tambah LaNyalla, sudah ditinggalkan, memilih pemimpin nasional dengan sistem suara terbanyak, bukan dengan tradisi musyawarah.
"Kita milih pemimpin dengan sistem One man One vote. Suara kiai dan ulama, dihitung sama dengan suara santri yang baru belajar agama. Sistem Syuro yang merupakan hasil rancangan para pendiri bangsa hilang. Karena sejak era reformasi, sudah tidak ada lagi MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang menjadi wadah penjelmaan rakyat," katanya.
Editor : Irfan Ramdiansyah
Artikel Terkait