get app
inews
Aa Text
Read Next : Pelaku Wisata Tolak Mentah-Mentah KJA di Pantai Timur Pangandaran, Dicap Ganggu Wisata

Pelaku Wisata Malam Pangandaran Siapkan Solusi Bijak Jaga Ekonomi dan Moral

Rabu, 15 Oktober 2025 | 15:32 WIB
header img
Antara Gelas dan Nafkah: Pengusaha Wisata Pangandaran Serukan Solusi Tengah. ( Foto: Sindonews)

PANGANDARAN, iNewsPangandaran.id - Kritik Forum Umat Islam (FUI) terhadap peredaran minuman keras (miras) di kawasan wisata Pangandaran mendapat tanggapan beragam dari para pelaku usaha. Mereka menilai, pelarangan total tanpa solusi ekonomi justru berpotensi mematikan sumber penghidupan masyarakat lokal yang menggantungkan hidup dari sektor pariwisata.

Salah satu pengusaha malam di kawasan wisata Pangandaran, Maeckel Samuel, menilai bahwa isu miras memang sensitif, namun tidak bisa disamaratakan sebagai sumber kerusakan moral.

“Kami ini bukan pengedar narkoba, bukan juga mafia. Kami hanya pedagang kecil yang menggantungkan hidup dari wisatawan malam. Kalau miras dilarang total tanpa solusi, perut kita siapa yang mau tanggung jawab? Ke depan, malah bisa muncul pedagang miras terselubung,” ujar Maeckel Rabu (15/10/2025) siang.

Maeckel mengaku, selama ini mayoritas tempat hiburan dan penjual miras di Pangandaran telah beroperasi dengan aturan tidak tertulis. Mereka memiliki batasan moral sendiri agar bisnisnya tetap selaras dengan norma sosial yang ada.

Menurutnya, para pelaku usaha di lapangan telah menerapkan sejumlah prinsip, seperti tidak menjual miras kepada anak di bawah umur, tidak membuka warung di dekat tempat ibadah, dan menjaga ketertiban lingkungan sekitar.

“Kami terbuka untuk diatur, tapi jangan dilarang mentah-mentah. Pemerintah bisa buat zonasi, misalnya hanya boleh dijual di kawasan wisata,” tambahnya.

Sebelumnya, Forum Umat Islam (FUI) menilai peredaran miras sebagai akar kerusakan moral masyarakat dan mendesak pemerintah daerah untuk menindak tegas segala bentuk penjualan dan konsumsi minuman beralkohol di wilayah wisata.

Namun sebagian pelaku usaha menilai perlu ada kebijakan yang lebih proporsional.

“Kalau bicara moral, kami juga bagian dari masyarakat yang punya nilai. Tapi jangan sampai atas nama moral, ribuan keluarga kehilangan penghasilan,” tutur Maeckel.

Ia menambahkan, Pangandaran bukan hanya dikenal karena pantainya yang eksotis, tetapi juga karena daya tarik hiburan malam yang menjadi bagian dari ekosistem wisata. Banyak kafe, warung, dan hotel kecil yang bergantung pada perputaran ekonomi malam hari.

Maeckel bersama beberapa pelaku usaha menyampaikan sejumlah usulan solusi agar persoalan ini tidak hanya dilihat dari sisi moral, tetapi juga keberlangsungan ekonomi masyarakat.

Beberapa poin solusi yang mereka tawarkan antara lain:

1. Zonasi dan Regulasi Khusus

Penjualan miras hanya di area wisata tertentu yang jauh dari fasilitas umum seperti sekolah dan tempat ibadah.

2. Perizinan Resmi dan Pengawasan

Rutin Setiap penjual wajib memiliki izin resmi dan diawasi oleh Satpol PP serta Dinas Pariwisata.

3. Edukasi Tanpa Konfrontasi

Dilakukan kampanye kesadaran tentang bahaya miras oplosan dan pentingnya batas konsumsi yang sehat.

4. Diversifikasi Wisata

Pemerintah didorong untuk mengembangkan wisata halal, kuliner lokal, dan ekowisata sebagai alternatif pendapatan.

5. Dialog Multi Pihak

Diperlukan forum rutin antara ormas, tokoh masyarakat, pemerintah daerah, dan pelaku usaha untuk mencari kesepahaman bersama.

“Kalau semua duduk bersama, pasti bisa cari jalan tengah. Kawasan wisata itu bukan cuma tempat hiburan, tapi juga ladang nafkah buat ribuan perut,” ujar Maeckel.

Ia berharap, kebijakan pemerintah terkait miras di kawasan wisata Pangandaran tidak dibuat dengan pendekatan emosional, melainkan dengan pertimbangan realistis yang berpihak pada kehidupan masyarakat kecil.

“Miras tidak harus dilarang secara mutlak, tapi diatur agar tidak merusak tatanan sosial dan budaya lokal. Itu jalan tengah yang paling adil,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Pangandaran, Agus Mulyana, juga sependapat bahwa penjualan miras sebaiknya diatur melalui sistem zonasi yang jelas.

“Jadi mending di tempat pariwisata agar pengawasannya juga lebih mudah. Kawasan wisata bisa dibentuk zonasi khusus untuk penjualan miras, tapi tentu bagi mereka yang sudah berizin,” ujarnya.

Agus menegaskan, penertiban dan pengawasan yang tepat akan jauh lebih efektif daripada pelarangan mutlak yang berpotensi menimbulkan praktik ilegal di lapangan.

Dengan begitu, perdebatan antara aspek moral dan ekonomi di kawasan wisata Pangandaran diharapkan bisa menemukan titik keseimbangan menjaga norma sosial tanpa mematikan sumber penghidupan masyarakat pesisir.

Editor : Irfan Ramdiansyah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut