Anggota DPRD Pangandaran Soroti Penolakan Keramba Jaring Apung: Minta Izin dari Pusat Ditinjau Ulang

PANGANDARAN, iNewsPangandaran.id - Gelombang penolakan terhadap keberadaan keramba jaring apung (KJA) di Pantai Timur Pangandaran terus bergulir. Kali ini, Anggota DPRD Kabupaten Pangandaran dari Fraksi PDI Perjuangan, Iwan M Ridwan, angkat bicara dan menyampaikan kritik tajam terhadap mekanisme perizinan yang dinilai terlalu sentralistik.
Saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Sabtu (12/7/2025). Iwan menyatakan ketidaksetujuannya atas keberadaan KJA yang menuai polemik di tengah masyarakat.
Menurutnya, permasalahan ini muncul akibat kebijakan perizinan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, tanpa pelibatan pemerintah daerah secara langsung.
"Ya, tentunya saya sangat tidak setuju, karena alasan-alasan penolakan yang saya lihat juga sepemikiran dengan saya. Seperti identitas utama daerah tersebut adalah pariwisata dan nelayan tradisional. Saya khawatir, proyek keramba justru akan merusak daya tarik wisata serta menghambat aktivitas nelayan," ujar Iwan.
Iwan menilai, kebijakan pemusatan izin di tingkat pusat dilakukan dengan alasan efisiensi dan percepatan proses. Namun, di sisi lain, pendekatan tersebut justru menciptakan celah ketimpangan karena tidak diimbangi dengan pengecekan lapangan yang memadai.
"Izin-izin ini dikeluarkan oleh pusat dengan dalih mempercepat proses, tapi tidak pernah turun langsung ke lapangan untuk mengecek apakah sudah sesuai ketentuan atau belum," ungkapnya.
Sebagai solusi, Iwan mendesak agar kewenangan perizinan tersebut dikaji ulang. Ia menekankan pentingnya pelibatan aktif pemerintah daerah, khususnya yang memahami karakteristik wilayah dan kepentingan masyarakat lokal.
"Seharusnya izin-izin yang menjadi kewenangan pusat itu ditinjau ulang dan wajib melibatkan pemerintah setempat," tegasnya.
Sebelumnya, sejumlah elemen masyarakat, nelayan, hingga tokoh lokal menyuarakan penolakan terhadap aktivitas KJA yang dianggap mengganggu ekosistem laut dan mengurangi ruang tangkap nelayan tradisional.
Selain menimbulkan persoalan lingkungan, keberadaan KJA juga dianggap memicu konflik sosial di kawasan pesisir Pangandaran.
Dengan semakin banyaknya pihak yang menyoroti persoalan ini, termasuk dari unsur legislatif, tekanan terhadap pemerintah pusat untuk meninjau ulang regulasi dan praktik perizinan pun kian menguat.
Editor : Irfan Ramdiansyah