JAKARTA, iNewsPangandaran.id - Hari Kiamat masih menjadi misteri bagi umat manusia. Tidak ada yang pernah tahu kapan tepatnya kiamat terjadi. Namun, para ilmuwan menyebut hari kehancuran alam semesta dan segala kehidupan ini sudah semakin dekat.
Hal tersebut mengacu pada pergerakan dan usia matahari. Fenomena matahari sebagai pusat tata surya yang tak biasa sering dikaitan dengan akhir zaman atau hari kiamat.
Dalam ajaran Islam, tanda-tanda kiamat terjadi apabila matahari terbit dari sebelah barat, bukan dari timur.
Selain soal arah terbit matahari, usia matahari pun disebut sebagai tanda-tanda datangya hari kiamat.
Sisa umur matahari sering diungkap oleh beberapa ilmuwan lewat berbagai teorinya. Para ilmuwan ini menyampaikan teori bahwa usia matahari saat ini sudah mencapai 4,6 miliar tahun.
Hal ini diukur berdasarkan usia benda-benda lain dalam sistem tata surya yang terbentuk sekitar waktu yang sama. Ketika matahari tak berumur panjang, maka kehancuran matahari dan dunia ini sudah banyak diprediksi.
Proses matinya matahari akan diakhiri ketika pusat tata surya itu berubah menjadi nebula planeter, sebuah cangkang yang terbentuk dari gas bercahaya dan gelembung debu.
Masih dalam teori yang sama, ilmuwan lain memperkirakan matahari akan mencapai akhir hidupnya dalam waktu sekitar 10 miliar tahun lagi.
Proses kematian matahari dimulai ketika matahari berubah menjadi bintang raksasa merah. Inti bintang akan menyusut tapi lapisan luarnya akan meluas ke orbit Mars.
Saking luasnya, dalam proses itu lapisan luar matahari akan menelan planet Bumi dalam prosesnya.
Menurut ilmuwan, pada saat itu, manusia sudah musnah. Apalagi saat menjadi bintang merah, matahari benar-benar akan bersinar sangat panas.
Akibatnya, laut pun akan mengering dan tanah tempat manusia berpijak sudah begitu panas hingga tidak ditemukan lagi kadar air di dalamnya.
Ketika matahari kehabisan gas helium, maka bintang raksasa akan berubah menjadi nebula planeter.
Teori ilmuwan lain menyebutkan untuk membentuk nebula planeter, ukuran bintang raksasa merah setidaknya harus mencapai 2 kali ukuran matahari. Hanya saja rekayasa komputer yang dilakukan pada 2018 justru menunjukkan sebaliknya.
Untuk menjadi nebula planeter, matahari justru menyusut. Setelah itu, nebula planeter matahari berubah menjadi katai putih atau bintang putih, yang diyakini sebagai bentuk evolusi terakhir sebuah bintang.
"Ketika sebuah bintang mati, ia mengeluarkan massa gas dan debu yang ukurannya bisa mencapai setengah massa bintang itu. Hal ini akan menghancurkan alam semesta. Bintang akan kehabisan bahan bakar dan akhirnya mati. Pada akhirnya, yang tersisa hanya inti bintang yakni matahari," jelas astrofisikawan Albert Zijlstra dari University of Manchester.
Albert mengatakan proses pengeluaran debu dan gas itu akan bersinar sangat terang dan berlangsung selama 10.000 tahun. Hal inilah yang membuat nebula planeter sangat mudah teridentifikasi.
"Beberapa bersinar sangat-sangat terang sehingga bisa dilihat dari jarak puluhan tahun cahaya. Sementara inti bintang malah terlalu redup untuk dilihat," jelasnya.
Editor : Hikmatul Uyun