Investor Crypto Asal Pangandaran, Sebut Permenkeu No 68 Tahun 2022 Kontroversial

Irfan ramdiansyah
Wahyu Hidayat Trader sekaligus Investor Crypto asal Kabupaten Pangandaran (iNewsPangandaran.id/fan)

PANGANDARAN, iNews.id - Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68 Tahun 2022 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Banyak menuai kontroversi, salah satunya komentar dari Trader sekaligus Investor Crypto asal Kabupaten Pangandaran Jawa Barat, Wahyu Hidayat.

Wahyu Hidayat mengatakan, terkait wacana penerapan PPN dan PPh yang akan di terapkan mulai awal Mei Tahun 2022 nanti.

Wahyu menjelaskan bahwa penerapan pajak untuk asset crypto di Indonesia belum tepat, pasalnya status perdagangannya pun masih simpang siur statusnya,seharusnya pemerintah lebih dulu menata regulasi untuk transaksi crypto nya terlebih dahulu setelah itu baru menyusun regulasi untuk perlindungan terhadap konsumen para pelaku dan inversor crypto baru mengenakan pajak.

Jika peraturan ini benar benar direalisasikan di bulan Mei nanti oleh Dirjen Pajak tentu ini bertentangan dengan kaidah hukum itu sendiri, sebab kata Wahyu, dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan belum diatur untuk cryptocurrency, dalam BAB III Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 2 hanya diatur yang dikenakan pajak saham dan sekuritas bukan aset crypto dan exchange nya, sebab jika yang memperdagangkan asset crypto itu exchange bukan sekuritas.

Cryptocurrency itu sendiri diperdagangkan dengan metode peerto-peer yang artinya adalah kumpulan perangkat yang saling terhubung untuk membuat jaringan. Jaringan ini juga sering kali dikenal sebagai peer-to-peer network (P2P network).

Setelah jaringan P2P terbentuk, kemudian dapat digunakan untuk berbagi data dan pengguna jaringan tersebut dapat menyimpannya juga.

Pada salah satu jaringan peer-to-peer, semua node umumnya memiliki kekuatan yang sama, dan dapat mengemban tugas yang sama.

Memang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68 Tahun 2022 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto, menurut Wahyu sudah dijelaskan semua apa itu crypto dan exchange yang memperdagangkan asset crypto itu sendiri, hanya saja apa yang menjadi landasan dalam konsederan Peraturan menteri Keuangan itu sendiri dirasa kurang tepat, karena memang dalam realitanya didalam Pasal Undang Undang Nomor 7 Tahun 2022 tidak diatur tentang cryptocurrency.

Hanya dalam Peraturan Menteri Keuangan saja yang menyebutkan Pasal 1 Poin 14 bahwa Aset Kripto adalah komoditi tidak berwujud yang berbentuk aset digital, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.

Itu artinya bahwa setiap investor bisa bertransaksi langsung hanya saja harus melalui Exchange, kalau di Indonesia harus yang sudah terdaftar di BAPPEBTI, namun jika begitu lantas exchange mana saja yang akan dikenakan pajak karena tidak semua exchange di Indonesia yang legal.

Contohnya saja exchange terbesar di dunia binance, di Indonesia kan masih ilegal apakah akan dikenakan pajak? bagaimana untuk menerapkannya? tidak semua exchange memperdagangkan koin atau token cryoptocurrency yang sama dan mana saja koin atau token crypto yang sudah legal dan dapat diperdagangkan di Indonesia? serta koin atau token mana saja yang akan dikenakan pajak sedangkan koin atau token yang diperdagangkan tiap exchange berbeda beda.

Bahkan kata Wahyu, masih satu token atau koin sama tetapi berbeda harga di beberapa exchange, berbeda dengan saham yang diatur oleh BEI (Bursa Efek Indonesia) jadi harganya yang diperdagangkan sama, Sedangkan dalam Pasal 5 Ayat (5) Huruf a Permenkeu nomor 68 Tahun 2022 menyebutkan bahwa nilai yang ditetapkan oleh bursa berjangka yang menyelenggarakan perdagangan asset kripto, lantas siapa bursa berjangka yang berwenang apakah BAPPEBTI atau ada lembaga lain yang khsus untuk bursa kripto itu. (Tanya wahyu)

Memang transaksi asset crypto sangat besar di Indonesia nilai transaksinya menurut Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mencapai Rp64,9 triliun pada 2020 dan tercatat Rp859,4 triliun pada tahun lalu.

Dari data tersebut, transaksi perdagangan aset kripto periode Januari hingga Februari 2022, tercatat sebesar Rp83,3 Triliun, tentu tahun ini dipastikan akan lebih mengalami kenaikan.

Namun seharusnya Negara tidak hanya melihat angka transaksinya yang besar tetapi juga harus benar benar melindungi konsumen atau investor yang bertransaksi di crypto sebab belakangan ini marak sekali investasi bodong yang mengatasnamakan treding.

Selain itu pemerintah harus gencar mensosialisasikan tentang apa itu ekonomi digital dan peluangnya, karena menurut nya, di era modern seperti ini perkembangan teknologi begitu pesat sehingga kita harus bias membentenginya dengan pengetahuan, ekonomi digital dan peluangnya perlu kita sebar luaskan kepada generasi muda Indonesia agar bisa berperan aktif dan mengambil bagian dari potensi pertumbuhan ekonomi digital ini.

Mulai dari pengenalan Blokchain technologi, NFT serta Metaverse dan lain sebagainya yang diyakini sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia khususnya kaum milenial.

Maka dari itu tantangan terbesar adalah bagaimana generasi muda bisa memaksimalkan penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktifitas serta melahirkan inovasi baru untuk memecahkan isu-isu sosial bagi kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.


 

Editor : Irfan Ramdiansyah

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network